Kami sampai di Bandara Internasional Granada di Spanyol. Setelah aku keluar dari bandara, aku dan Fernando melihat sebuah papan iklan pertunjukan tarian Flamenco dan kami tertarik untuk melihatnya. Kami segera mencari sebuah motel, lantas menyimpan barang-barang bawaan kami di sana. Di papan iklan yang tadi aku lihat tertulis bahwa pertunjukan Flamenco itu diadakan saat malam hari, itu berarti aku masih mempunyai waktu untuk berkeliling di Spanyol.
“Fernando… coba ke sini…,” aku memanggil Fernando.
“Ada apa Aji?” tanya Fernando.
“Aku udah mulai laper, ayo cari makan siang…”
“Yaudah, ayo makan. Dimana kita akan makan siang?” Fernando bertanya sambil melihat sekeliling untuk mencari restoran.
Aku ingin makan nasi, sebab sudah lama aku tidak memakannya. Maklumlah, orang Indonesia. Tidak merasa kenyang jika tidak makan nasi. Di sekitar tempat ini tidak terlihat ada tempat makanan, sehingga kami memutuskan untuk berjalan-jalan.
Setelah berkeliling selama beberapa menit, akhirnya kami menemukan sebuah restoran.
“Aji, lihat… Ada sebuah restoran. Ayo pergi ke sana dan memesan makan siang…,” ia bersemangat untuk mengajakku masuk ke sebuah restoran. Tadi, ketika masih di area dekat motel, ia tidak mau mencari makanan. Namun sekarang, dia lincah mencari restoran di sekitar sini. Mungkin perutnya sudah mulai keroncongan juga ya…
“I’m not sure about this..” aku memberitahu Fernando yang sudah masuk ke restoran itu. Tempat ini tidak terlihat seperti restoran, tapi lebih terlihat seperti kafe. Soalnya banyak orang yang terlihat minum kopi. Tetap saja Fernando menarik tanganku menyuruhku untuk duduk.
Pelayan memberiku daftar menu. Aku melihat daftar menunya. Disitu ada beberapa menu, disertai dengan gambar-gambar yang menggiurkan mata. Walaupun menarik, namun aku lagi kepingin makan nasi.
Setelah membolak-balikkan halaman di daftar menu, akhirnya aku menemukan menu yang sekilas mirip dengan nasi goreng. Namanya Paella. Bentuknya terlihat seperti nasi goreng, hanya saja diatasnya diberi cabe merah. Aku trauma makan cabai, namun aku ingat, dulu Ahmad, adikku, pernah bilang,
Jika cabe itu besar dan berwarna merah, biasanya rasanya tidak terlalu pedas. Namun jika cabai itu ukurannya kecil dan berwarna hijau, biasanya cabai itu rasanya pedas.

Kembali ke menu, aku akhirnya memesan Paella. Setelah dihidangkan, bentuknya tidak terlalu mirip dengan yang ada di daftar menu. Ternyata yang ada di atas nasi itu bukanlah cabai merah besar, melainkan udang dan cumi.
Cukup enak rasa makanan Paella tersebut. Oiya, aku lupa menambahkan. Dipinggir wadah Paella terdapat kerang yang bisa dimakan. Saat menyajikan, pelayan restoran menambahkan informasi, bahwa proses pembuatan Paella dimasak dengan minyak Zaitun.
Setelah makan siang di salah satu restoran di Spanyol, kami kembali ke motel lantas beristirahat dan tidur siang. Aku kangen dengan tidur siang, karena terakhir kali aku tidur siang saat aku selesai mendampingi salah satu detektif senior di biro penyelidikan swasta. Sepertinya Fernando tidak bisa tidur siang, ia mencari kegiatan lain, yakni main hp. Aku tidak tahu apa yang ia lakukan di hp, karena aku sudah tertidur pulas.

Aku terbangun dari tidurku. Tadi aku bermimpi mendapatkan penghargaan dari Keluarga Qaf karena telah menemukan sebuah manuskrip yang hilang. Sudahlah, itu hanya sebuah mimpi. Aku mandi dan mempersiapkan diri untuk pergi ke pertunjukan musik dan tari Flamenco di salah satu cafe. Tentu saja aku tidak lupa untuk mencari Professor Javier yang berada di Spanyol.
Aku dan Fernando pergi ke pertunjukan Flamenco. Flamenco adalah pertunjukan musik dan tari yang berasal dari Spanyol. Biasanya tarian ini dibawakan dengan gitar dan kastanyet. Tarian ini mulai berkembang di Andalusia sejak abad ke-14.
Keesokan harinya, aku menghubungi Professor Javier. Ternyata, saat itu, ternyata Professor Javier, tidak sedang berada di Granada. Dia sedang berlibur di Bilbao, Spanyol. Akhirnya aku membuat janji untuk bertemu di arena Matador di Bilbao, Spanyol.
Aku dan Fernando berangkat dari Granada ke Bilbao menggunakan pesawat terbang. Ini karena jarak dari Granada ke Bilbao 810 Km. Cukup jauh. Selain itu, kami harus mempersingkat waktu, agar kasus ini segera terungkap. Lama penerbangan, lebih kurang 1,5 jam.
Sesampainya di Bilbao, kami langsung mencari taksi menuju arena matador yang disebutkan oleh Professor Javier. Matador adalah pertarungan melawan banteng. Orang yang melawan banteng tersebut dinamakan Torrero. Dalam pertarungan ini, Torrero berperan mempermainkan dan pada akhirnya membunuh banteng tersebut. Pertunjukan matador ini sebenarnya sudah lama mendapat kecaman dari organisasi penyayang binatang. Tapi mungkin ini bagian dari budaya Spanyol, dan obyek wisata yang penting, maka pertarungan matador ini masih menjadi kontroversi.

Sambil menonton pertunjukan, aku dan Fernando pergi mencari Professor Javier. Sulit juga untuk menemukan orang, di antara ribuan manusia. Akhirnya kami menemukan Professor Javier sedang duduk di salah satu kursi penonton dan sepertinya sedang mengantuk. Lucu juga, ada orang yang menonton matador, tapi malah terkantuk-kantuk. Bukannya matador seru sekali dan menegangkan. Rupanya si professor sedang menemani anak laki-lakinya yang terlihat sangat menyukai matador.
“Excuse me…,” sapaku untuk memulai obrolan, sambil tersenyum ramah.
Professor Javier seketika terkejut dan terjatuh dari kursinya, sampai kacamatanya ikut jatuh.
“Owh, where are my glasses…,” sambil meraba-raba di bawah kursi untuk mencari kacamatanya. Setelah menemukan kacamatanya yang rusak, ia melihat kami. Kami benar-benar meminta maaf, karena telah membuatnya terkejut dan merusakkan kacamatanya.
Setelah menguraikan apa tujuan kami menemui Professor Javier, akhirnya kami mendapat titik terang, di mana saat ini manuskrip itu berada. Professor Javier bilang bahwa saat ini, manuskrip tersebut telah dikirim ke Museum Louvre, Paris, Prancis untuk diidentifikasi lebih lanjut. Ini terjadi karena dicurigai benda tersebut adalah manuskrip kuno yang langka. Di Granada, tempat Professor Javier riset, tidak memiliki fasilitas lengkap untuk meneliti sebuah naskah tulisan tangan. Oleh Professor Javier, kami dibantu untuk membuat janji dengan salah satu peneliti sekaligus kurator di Museum Louvre, Paris. Setelah obrolan selesai, aku dan Fernando mengucapkan terima kasih dan segera pamit dari Professor Javier.
Dalam perjalanan kembali ke motel, aku kembali merasakan bahwa aku diikuti oleh gadis yang menculikku di Cina. Aku segera mengajak Fernando menuju salah satu kafe di sini.
Di kafe ini aku membicarakan mengenai gadis yang menculikku di Cina dengan Fernando. Aku meminta Fernando membantuku menangkap wanita itu. Aku juga bilang bahwa aku merasa ada kemungkinan kami berdua sedang diikuti, sehingga kami mesti meningkatkan kewaspadaan. Aku takut, penyekapanku di Cina kembali terulang di Spanyol. Setelah aku memberitahu semuanya kepada Fernando, aku dan Fernando menyusun rencana menjebak dan menangkap gadis tersebut. Setelah itu, kami segera menjalankan rencananya.
Rencanaku berawal dari aku berpura-pura pergi berjalan-jalan di Granada tanpa ada teman. Aku meminta Fernando untuk mengawasiku dari kejauhan, agar gadis itu berani untuk mengikuti gerak-gerikku di Spanyol.
Aku memancing gadis itu menuju gang sempit berbatu di permukiman kumuh Albayzin di dekat Alhambra. Aku semakin memperlambat gerak kakiku, agar gadis itu semakin mendekatiku. Gadis itu mengeluarkan senjata tajam dari kantongnya, dan pada saat itu juga Fernando keluar dan menyekap gadis itu. Aku pun segera membantu Fernando membawa gadis tersebut ke tempat tersembunyi.
“DIMANA AKUU…, TOLOONG.., lepaskan aku…,” gadis itu mulai siuman dan berteriak minta tolong. Aku mendatanginya dan berkata di dalam hati, “emang enak diculik terus dikurung…,”
“Ehmm… Selamat siang nona, ada apa?” aku pura-pura menyapanya dengan wajah polos. Ternyata enak juga ya… Tetapi sesaat kemudian Fernando menyuruhku untuk berhenti dan melanjutkan tugasku. “Baiklah, baiklah, iya aku terusin…,” jawabku ketika Fernando menyuruhku melanjutkan tugasku.
“Baiklah, mari kita mulai. Siapa dan dari mana nona berasal?” aku mulai mengajukan pertanyaan.
“Aku adalah Diana, lengkapnya Diana Lee, aku adalah puteri dari Keluarga Lee, usaha ayahku hancur…,” jawab Diana.
“Siapa yang menyebabkan usaha ayahmu hancur? Apa hubungannya denganku? Aku kan tidak mengenalmu. Mengapa mereka ingin menghancurkannya?”
“Usaha ayahku hancur karena persaingan bisnis dengan Keluarga Qaf…,”seru Diana dengan wajah memerah karena geram.
“Lalu mengapa kamu ingin menyekap saya sewaktu di Cina? Dan apa hubungannya dengan manuskrip yang kemarin engkau minta?” aku menyorot matanya dengan tajam.
“Aku ingin mengambil manuskrip itu karena aku ingin balas dendam atas kematian ayahku. Keluarga Qaf harus bertanggung jawab atas kematian ayahku yang sangat menderita karena kehancuran bisnisnya!” perlahan semangat Diana kembali berkibar.
Tiba-tiba aku mengingat Professor Javier telah membuatkanku janji untuk bertemu dengan seorang peneliti di Museum Louvre. Aku berpikir, jika aku meninggalkan Diana, maka besar kemungkinan besar ia bisa melepaskan diri dari tempat ini dan akan menyerangku saat aku di Prancis. Saat aku masih berpikir, tiba-tiba Fernando mengusulkan saran yang kukira cukup baik.
“Aji, bagaimana jika kita membawa Diana ke Prancis, bersama kita?” Fernando mengusulkan untuk membawa Diana menuju Prancis, agar ia tidak bisa melepaskan diri dan menyusun rencana jahat untuk menggagalkan usaha kami mencari manuskrip kuno itu.
“Ide bagus, baiklah, Diana.. Kau akan ikut kami ke Prancis…,” aku memberitahu hal itu ke Diana.
Kami segera mempersiapkan diri untuk pergi ke Museum Louvre, Paris. Setelah itu, kami memesan tiket pesawat. Keesokan harinya, kami berangkat dari Bandara Internasional Granada menuju Bandara Paris Charles de Gaulle, Prancis.
Leave a Reply