Aku sampai di Bandara Internasional Istanbul, Turki. Setelah mengambil bagasi, aku pergi ke rumah Mr. Ismet. My first impression is: bukan rumah biasa. Bangunannya mirip dengan sebuah istana! Berarti Mr. Ismet adalah orang yang cukup terpandang. Aku mencoba masuk ke rumah itu. Di pintu gerbang aku menemui petugas security. Oleh security aku diantar masuk ke halaman rumah. Terdapat air mancur di depan rumahnya serta taman yang bunganya bermekaran membuat suasana di halaman rumah ini terasa indah—eh kok malah ngebahas rumahnya Mr. Ismet.
Setelah sampai di depan pintu utama rumah Mr. Ismet, ternyata yang kutemui adalah penjaga (securitynya). Aku menanyakan keberadaan Mr. Ismet.
“If you want to meet with Mr. Ismet, he goes to a sufi dance show center,” kata pelayan tersebut sambil membukakan pintu.
“Thank you for your information,” jawabku dengan kepala pusing. Yaa ampun, kok mesti mencari ke tempat lain lagi sih, pikirku. Kenapa setiap mencari orang, kok tidak pernah langsung ketemu…
Akhirnya aku pergi menuju daerah Istanbul. Istanbul adalah salah satu kota terbesar di Turki. Uniknya, meskipun Istanbul adalah kota terbesar, namun ia bukan ibukota negara Turki. Istanbul dulunya bernama Konstantinopel. Kota Istanbul mempunyai beberapa bangunan terkenal, salah satunya adalah Museum Hagia Sofia.
Aku menaiki kendaraan umum yang ada disini. Aku menaiki sebuah bis. Setelah itu aku memilih kursi yang dekat dengan jendela dan lantas memerhatikan pemandangan yang berada disini, ternyata pemandangannya cukup indah. Dalam perjalanan, aku mencoba untuk mengecek handphone. Alangkah terkejutnya ketika GPSku menunjukkan jalanan menuju daerah Adana, bukan ke arah Istanbul. Lantas aku mencari informasi mengenai daerah itu.
Menurut aplikasi yang ada di handphoneku, Adana adalah salah satu daerah Turki yang berada di arah Selatan kota Ankara. Sementara aku ingin pergi ke kota Istanbul, yang letaknya di Barat Laut kota Ankara. Karena kebingungan, aku segera menemui sopir untuk bertanya.
“Excuse me, where’s this bus will go” tanyaku dengan wajah kebingungan. Perasaanku campur aduk, ada rasa senang, karena akan berkeliling Turki, ada juga rasa takut, karena kemungkinan aku akan tersesat dan tidak bisa pergi ke Istanbul.
“Adana şehrine doğru bu otobüs” jawabnya.
“What do you mean?” Aku tidak mengerti satupun yang diucapkan oleh sopir tersebut. Sepertinya dia paham bahasa Inggris, namun tidak bisa menuturkannya, sehingga ia menjawab pertanyaanku dengan menggunakan bahasa Turki.
“Bu otobüs Adana’ya gidiyor dedim, üzgünüm, İngilizce konuşamıyorum…,” jawabnya. Sepertinya ia mengucapkan kalimat terakhir dengan nada meminta maaf, mungkin ia bilang bahwa ia tidak bisa berbahasa Inggris.
“He said, sorry, he can’t speak English…,” Salah satu penumpang yang berada dibelakangku membantuku. Ternyata ia adalah salah satu warga disini, namun mengerti bahasa Inggris.
“Oh, that’s what he said…,” akhirnya aku lega.
Setelah bertanya pada sopir dengan bantuan penerjemah dadakan itu, ternyata bus ini bukan menuju kota Istanbul. Bus ini menuju ke daerah Adana. Akhirnya, kata sopir tersebut, aku disarankan untuk tetap menaiki bis tersebut sampai di Adana, lalu menaiki bus yang mengarah ke Istanbul.
Aku mengikuti apa yang sopir tersebut katakan. Ketika sampai di Adana, aku turun dari bis tersebut, namun sopir tersebut menghampiriku dan berkata,
“Kaybolduğunuz için üzgünüm, bu para, Bu otobüse bindiğiniz için teşekkür ederim, İnşallah İstanbul’a giden bir otobüs bulabilirsiniz…,” .
Aku makin pusing mendengarnya. Ia berbicara bahasa Turki tersebut bersama dengan memberiku uang yang tadi sudah aku bayar. Penumpang yang tadi membantuku menerjemahkan perkataan sopir bis itu. Ia mengatakan bahwa menurut sopir aku tidak perlu membayar, karena telah menaiki bis itu. Sopir itu juga mengucapkan terima kasih serta mendoakanku agar aku bisa sampai di Istanbul.
Aku mencari bis menuju Istanbul. Syukurlah masih ada, katanya itu bis yang terakhir. Karena itu adalah bis yang terakhir, jadi banyak penumpang yang menaikinya. Aku berdiri di dalam bis, tak apalah, yang penting aku bisa sampai di Istanbul…
Akhirnya aku sampai di Istanbul, aku mencoba menanyakan kepada warga yang lalu-lalang, di manakah pusat pertunjukan tarian Sufi. Untungnya warga di sini baik, mereka membantuku, bahkan mengantarku ke lokasi pertunjukan tarian Sufi.
Aku bertemu dengan Mr. Ismet di pertunjukan tersebut. Penampilannya sangat elegan, ia memakai jas dan kacamata hitam, serta mempunyai banyak bodyguard.
“Excuse Me, are you Mr. Ismet?”
“Yes, who are you?” Ia keheranan melihat seseorang datang begitu saja dan mengenali dirinya.
Aku memperkenalkan diri ke Mr. Ismet, sambil menunjukkan identitasku,“I’m a detective that assigned to search for lost manuscript from Indonesia. I hear that you buyed a manuscript from Mr. Yin,”
“I’m sorry, because I gave the manuscript to my friend as a birthday present. He work at Hagia Sophia Museum.”
“Where is Hagia Sophia Museum?” tanyaku lagi.
Kemudian ia memberitahuku letak kantor temannya yang berada di Hagia Sophia. Aku mencari kantor teman Mr. Ismet di daerah Hagia Sophia.
Sekilas tentang Hagia Sophia. Hagia Sophia adalah sebuah bangunan bekas gereja, masjid, dan sekarang dijadikan museum. Bangunan ini dibangun pada tahun 537, artinya sudah sekitar 1500 tahun yang lalu. Meskipun sudah lama, bangunan ini masih terlihat kokoh. Awalnya bangunan ini adalah sebuah gereja antara tahun 537-1453. Bangunan ini ditaklukkan Islam pada tahun 1453 saat Penaklukkan Konstantinopel oleh Utsmani dibawah Sultan Mehmed II.

Bangunan ini pada masa kekuasaan islam sempat diubah menjadi Masjid Biru, dan sebagainya. Pada tahun 1922, saat perang dunia ke II, Kesultanan Utsmani hancur dan digantikan Republik Sekuler Turki. Bangunan ini lantas ditutup untuk umum, dan dibuka kembali pada tahun 1935 sebagai museum.
Akhirnya aku menemukan tempat bekerja teman Mr. Ismet. Oiya, namanya adalah Mr. Anka.
“Excuse me, are you is Mr. Anka?” tanyaku untuk memulai obrolan dengannya.
“Sure, but who are you?” Mr. Anka terheran-heran melihat orang asing datang kepadanya.
“I’m Aji. I am a detective that assigned to search a lost ancient manuscript from Family Qaf Museum in Indonesia. I hear that you gived the manuscript from Mr. Ismet. Is correct?” aku menjelaskan.
“Yes. But the manuscript I borrowed to my brother because he was interested in that manuscript…,” ujarnya sambil mengambil segelas teh.
“Where is your brother lives?” tanyaku kepadanya.
“He lives in Mexico. He is a student of archaelogical department in Autonomous University of Mexico City. His name is Fernando…,” jawab Mr. Anka.
“Why he is interested?” aku bertanya.
“He is interested because he wants to complete his research about history of the east…,” jelas Mr. Anka.
Mr. Anka menjelaskan bahwa keponakannya yang bernama Fernando tersebut tinggal di Meksiko dan bersekolah di salah satu Universitas di Meksiko. Ia tertarik, lalu meminjam manuskrip tersebut dari Mr. Anka karena ia ingin melengkapi penelitiannya tentang sejarah timur. Mr.Anka memberiku alamat tempat tinggal dan nomor telepon Fernando di Meksiko.
Luar biasa, aku harus pindah benua lagi, untuk mencari manuskrip ini. Akhirnya ku mencari tiket pesawat terbang ke Meksiko. Begitu mendapatkan penerbangan, aku segera bergegas mempersiapkan barang dan peralatanku lalu pergi ke Bandara Internasional Istanbul Turki. Aku berharap, makin cepat aku bergerak, maka manuskrip itu tidak akan berpindah tangan lagi.
Leave a Reply