Bel masuk telah berbunyi. Hari ini, tidak ada teman karibku yang datang. Bahkan seluruh anak laki-laki tidak ada yang datang ke sekolah. Sungguh sangat menyebalkan. Tapi, ternyata enak juga ya, karena tidak ada yang berteriak seperti biasanya, ataupun bermain gendang dengan memakai meja sekolah.
Pelajaran pertama pada hari Selasa ini adalah Bahasa Indonesia. Dulu, saat masih di tingkat SD, aku suka dengan pelajaran ini, karena biasanya banyak cerita. Kadang-kadang aku juga suka meminjam buku paket Bahasa Indonesia dari kelas yang lebih tinggi, hanya untuk membaca cerita-cerita yang ada didalamnya. Namun, semakin tinggi kelasnya, aku semakin tidak suka dengan pelajaran ini. Guru suka memberi banyak soal. Udah gitu, soalnya gampang, tapi jawabannya panjang. Sampe gemetaran tangan kalo menulisnya.
Guruku yang satu ini namanya adalah Bu Amel. Dia mempunyai badan yang agak gemuk. Dia tidak pernah mengabsen kami. Sehingga, pada buku absennya selalu tertulis kami semua selalu hadir, padahal kami sering tidak masuk sekolah. Walaupun baik, Bu Amel selalu memberikan nilai kecil di rapot. Mungkin ia termasuk “guru baik tapi pelit nilai”.
Suara sepatunya mulai terdengar. Aku segera duduk manis di meja, lantas mempersiapkan buku tulis dan buku paket. Karena aku adalah ketua kelas, aku memimpin pembacaan doa lantas mengucapkan salam kepada Bu Amel. Selagi berdoa, aku mengamati ruang kelasku yang sudah sangat bobrok. Pasalnya, kelas ini sudah tidak layak untuk ditempati. Namun, karena sekolah kami di subsidi, kami harus menerimanya, mau tidak mau.
“Hari ini, kita akan belajar pantun, pantun adalah…,” Bu Amel mulai menjelaskan pelajaran mengenai pantun. Setelah Bu Amel ceramah, kami disuruh untuk membuat sebuah pantun, lantas membacakannya di depan kelas. Tidak ada yang menarik pada pelajaran ini, namun menjadi tantangan bagi diriku sendiri untuk “membuat pantun yang bagus”. Setelah semua mendapatkan gilirannya, Bu Amel menyuruh kami untuk mengerjakan soal di buku paket, lantas ia meninggalkan kelas. Itulah yang biasa dilakukan oleh guru-guru di sini agar anak-anak sibuk dengan tugas, sementara ia pergi ke ruang guru untuk mengobrol ataupun makan dengan guru lainnya.
Setelah mengerjakan tugas, aku pergi mengamati keadaan di luar kelas. Hujan mulai reda, matahari mulai bersinar. Burung mulai berkicau, keributan mulai terdengar dari kelas sebelah. Mungkin kelas sebelah sama seperti kelasku, yakni ditinggal gurunya.
Bagaimana kelanjutannya? Simak di cerita selanjutnya ya…